Antara Saya, Jasmine Elektrik dan Pesan Ibu
Tidak semua lagu bisa membuat saya merinding apalagi menangis saat mendengarnya. Namun, saya sulit menahan diri untuk tidak menangis bila mendengar lagu-lagu dengan tema Tuhan, kematian, dan ibu.
Lagu tentang Tuhan dan kematian misalnya, mendengarnya mem-buat saya semakin sadar bahwa betapa kecil, lemah dan tak berdaya diri ini dihadapan-Nya.
Apalagi kalau nadanya mengalun pilu dengan syair yang berlanjut pada cerita kematian. Ah, merindinglah tubuh seketika disergap tanya.
Bilakah saya mati ? Mampukah kelak menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir dengan benar setelah 70 langkah orang terakhir menghantarkan raga ke tanah kubur ?
Ya. Kalau sudah seperti itu, air mata biasanya berderai deras bagai hujan pertama yang mengakhiri musim kemarau yang panjang.
Bibir pun tak henti-hentinya bertakbir dan istighfar memohon ampun atas kelalaian dan kehinaan tuan punya badan dengan segenap jiwa.
Selalu Sentimentil Mendengar Lagu Bertema Ibu
Tak berbeda dengan lagu tentang Tuhan dan kematian, saya pun bisa menjadi sangat sentimentil bila mendengar lagu-lagu tentang ibu.
Apalagi kalau didengarkan dalam suasana kebatinan yang mendalam, air mata pasti tumpah.
Saya memang suka mengoleksi lagu-lagu tentang ibu di handphone dan selalu saya putar bila lagi kangen sama ibu.
Salah satunya adalah lagu “ibu”, single terbaru Jasmine Elektrik, band independen asal Yogyakarta yang dulunya bernama Jasmine Akustik.
Lagu ini enak sakali ditelinga. Diawali intro detingan piano elektrik yang mengalun lembut, single kedua dari group band yang sekarang menyuguhkan musik lebih fresh dan berenergi ini mampu mengaduk-aduk seluruh emosi dan perasaan saya.
Lirik awalnya saja sebenarnya sudah membuat merinding.
Jasmine Elektrik berhasil “memaksa” saya flashback ke masa lalu, mengingat satu per satu bagaimana dulu ibu mendidik, membimbing serta mengajarkan banyak hal kepada saya hingga dewasa.
Kau ajariku berjalan. Membimbingku perlahan hingga tercapai segala yang kucita-citakan
Sisi sentimentil saya pun mencapai puncaknya manakala Dika (Vocal) memainkaan dinamika lagu secara dinamis dari mulai chorus hingga coda,
“Kuarungi hidup berbekal ilmu darimu Kasih sayangmu ibu tak terbantahkan ….
Sederhana, lugas dan tanpa basa-basi. Begitulah kepingan-kepingan kecil yang menyusun jiwa seorang ibu dalam deskripsi Jasmine Elektrik.
Tak bosan saya mendengarkan lagu dengan aransemen cantik dan easy listening ini lagi dan lagi karena selalu saja menghadirkan wajah ibu dalam khayalku.
Ya, ibu. Sosok wanita yang saya kagumi dan mempunyai arti penting bagi hidup saya.



Sosok Ibu Bagi Saya
Bukan tanpa alasan kalau saya selalu sentimentil bila mendengarkan lagu-lagu bertema ibu. Ya, itu karena selama lebih dari 15 tahun, saya dan ibu memang terpisah jarak. Beliau, yang kini berusia 72 tahun, tinggal di Brebes sedangkan saya tinggal di Kalasan, Sleman, Yogyakarta.
Bagi saya, ibu adalah segala-galanya. Beliau perantara adanya saya di dunia ini. Namanya tak sekedar saya sanjung-sanjung saat peringatan hari ibu tiba, tetapi juga saya sebut dalam setiap untaian doa.
Ibu, yang hanya seorang pensiunan guru SD, adalah sosok yang meneduhkan hati di mana kebijaksanaan, kesabaran, ketulusan dan kasih sayang melekat padanya.
Karena itu pula saya selalu rindu bermanja-manja di pangkuannya. Rindu bercerita tentang apapun yang membuat tertawa dan bahagia.
Begitulah dulu yang saya lakukan ketika remaja, manakala saya membutuhkan pangkuan untuk berbagi dan bercerita.
Setiap kata-katanya adalah sabda dan dari doanya mengalir kebaikan. Dari restunya pun membuka jalan kemudahan bagi kehidupan saya karena Tuhan berkenan mengabulkan doa-doanya, Insya Allah.
Beliau sanggup berkorban apa saja. Baginya yang terpenting adalah anak-anak dan keluarga. Begitulah dulu saya tahu bagaimana beliau rela berpuasa demi tercukupi biaya sekolah anak-anaknya.
Pintu maafnya pun selalu tersedia, bahkan tanpa perlu diminta. Beliau tahu akan sering terluka hati karena ulah anak-anaknya.
Saya mungkin bisa memberikan aneka bunga dan hadiah apapun yang beliau suka. Namun, saya tak yakin bisa membayar kasih sayangnya.
Ya. Kasih sayang ibu itu sempurna. Seperti udara yang mengisi setiap ruang hampa. Kasih sayang yang mengalir seperti sungai-sungai. Kasih sayang yang tak berharap balasan dan harga dari anak-anaknya.
Bila kasih sayang mempunyai bentuk dan rupa, maka Ibu adalah salah satunya. Kasih sayang ibu tak terbantahkan.
Pesan Ibu Yang Masih Saya Jalankan Hingga Saat Ini
Saya merasa beruntung dilahirkan dari rahim seorang ibu yang penuh kasih sayang dan tak pernah bosan memberikan nasehat dan pesan kebaikan untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Seperti Ibu-ibu lain yang menginginkan anaknya selamat dunia dan akhirat, ibu pun selalu berpesan untuk tidak meninggalkan sholat, selalu berdzikir dan bersholawat, saling nasehat menasehati dalam kebaikan serta menjaga tali silaturahmi dengan sanak saudara. Selain pesan dan nasehat yang berhubungan dengan amaliyah, ibu juga memberikan nasehat dan pesan-pesan kebaikan baik berdasarkan pengamalan hidup yang beliau alami maupun berdasar falsafah-falsafah orang jawa yang beliau yakini.
Ada banyak pesan-pesan dan nasehat ibu yang masih saya jalankan hingga saat ini, bahkan menjadi semacam pegangan hidup saya dan keluarga. Nah, 3 (tiga) pesan ini diantaranya,
01
Berebut Salah !
Sehari setelah suami mengucapkan Ijab dan Qobul di depan penghulu, 17 tahun lalu, ibu mendudukan saya di kursi-kursi bambu di samping rumah. Ibu bilang,
Nduk, sekarang kamu sudah bersuami. Banyak godaannya yang akan kamu hadapi. Salah satunya adalah permasalahan kecil yang bisa membesar karena keegoisan. Ini akan menyebabkan retaknya biduk rumah tangga.
Begitu kata ibu saya mengawali pesan dan nasehatnya. Lalu beliau melanjutkan,
Pesan ibu. Berebutlah “salah” dengan suamimu, jangan pernah berebut benar walaupun kenyataannya kamu memang benar. Niscaya, rumah tanggamu akan baik-baik saja.
Nah, pesan ibu ini masih saya jalankan dalam kehidupan rumah tangga hingga saat ini Saya dan suami selalu berebut “kata salah” bila ada perbedaan pandangan dan selalu saja berakhir dengan kata maaf dari siapapun yang memulai. Prinsip ini juga saya terapkan dalam hidup bertetangga dan berkomunitas.
02
Selalu Membumi
Pesan ibu yang kedua adalah agar saya selalu membumi.
Mengutip falsafah Jawa, ibu selalu bilang kalau “Deso mowo coro, Negoro mowo toto”. Artinya, setiap tempat mempunyai adat istiadat dan kebiasaan berbeda. Dengan falsafah ini Ibu berpesan agar saya bisa menyelaraskan hidup serta menghormati adat istiadat dan kebiasaan setempat, dimanapun saya tinggal.
Pesan ibu ini bukan tanpa alasan karena beliau paham kalau saya pasti mengikuti kemana pun suami memutuskan untuk mencari rejeki. Dan itu benar bahwa setelah menikah, suami memang mengajak saya “Njajah Deso Milangkori” mencari karunia Tuhan. Sebelum tinggal di Jogja, saya berpindah-pindah tempat tinggal mulai dari Brebes, Kudus hingga Mayong Jepara, mengikuti pekerjaan suami.
03
Tutup Pintu Saat Margrib
Pesan ketiga ibu yang tetap saya jalankan hingga saat ini adalah menyegerakan menutup pintu saat Adzan Marghrib. Ibu bilang agar tidak ada makhluk ghaib sebangsa Jin masuk ke dalam rumah dan mengganggu. Awalnya saya tidak percaya dan hanya sekedar mengiyakan saja pesan ibu tersebut. Saya pikir itu hanya mitos belaka yang berkembang di kalangan masyarakat Jawa terutama Pantura.
Nah, suatu ketika saya mengalami kejadian yang tak terduga sama sekali. Anak pertama saya yang saat itu masih berumur 1 tahun menangis keras sekali dan tak mau berhenti. Matanya bahkan sampai mendelik-mendelik. Saya pun panik luar biasa apalagi suami masih ada di kantor. Nah, saking paniknya akhirnya saya lari ke rumah tetangga minta pertolongan. Oleh tetangga, anak saya dibacakan ayat-ayat tertentu ditelinganya dan diusap wajahnya dengan air putih yang sudah didoain.
Tak berapa lama tangisnya pun reda. Tetangga sebelah pun akhirnya bertanya, apakah saya tadi menutup pintu dan jendela saat marghrib atau tidak. Dan saya pun menjawab, tidak!
Teringat oleh saya pesan ibu, dulu sebelum saya pindah ke Mayong Jepara. Ternyata itu benar, bukan mitos. Bahkan ada Hadits Nabi SAW yang menjelaskannya. Sejak kejadian itu saya pun segera menutup pintu, jendela, makanan dan apapun yang terbuka bila Adzan Marghrib tiba. Apalagi saat ini saya punya baby yang masih berumur 8 bulan.
Finally,
Nah, sekarang kamu telah tahu bahwa betapa saya begitu merindu dengan sosok ibu, dan selalu sentimentil bila mendengar lagu-lagu tentang ibu selain lagu tentang Tuhan dan kematian.
Yah, ibu memang sosok yang luar biasa dengan kasih sayang tak terbantahkan waktu. Rela berkorban apa saja demi keberhasilan dan kebahagiaan anak-anaknya. Karena doa, restu, pesan dan nasehatnya kita bisa menjadi orang-orang yang sukses dan berhasil dalam meraih cita-cita
Salah satu lagu baru bertema ibu yang asik untuk didengar dan dapat menambah rasa sayang pada sosok seorang ibu adalah single terbaru group band indie asal Yogyakarta yakni Jasmine Elektrik yang berjudul “Ibu”.
Akhirnya, terima kasih telah membaca tulisan yang berjudul Antara Saya, Jasmin Elektrik dan Pesan Ibu ini. Semoga bermanfaat untuk Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang masyarakatnya selalu sayang dan mencintai sosok seorang ibu.