Hiburan Maut Ombak Banyu Berkah Ria Klaten
Hiburan ini tidak asing bagi kebanyakan orang di kampung. Ditengah-tengah modernitas yang memihak pada hiburan digital berteknologi canggih, ombak banyu masih eksis walaupun terpaksa dipinggirkan untuk menghibur masyarakat kelas marginal. Mana ada orang gedongan mau mengenalkan ombak banyu kepada anaknya.
Dulu ketika saya masih anak-anak, ombak banyu yang serumpun dengan kemidi putar menjadi favorit sekali. Saya masih ingat betul sensasi duduk berputar naik turun seperti jalanya ombak atau gelombang (air). Konon sensasi inilah yang kemudian dipakai sebagai namanya, ombak banyu atau gelombang air.
Bagi yang baru mau mencoba, bawalah kantong plastik di saku karena efek terparahnya adalah pusing lalu muntah. Tubuh kita akan diayun berputar seperti gangsing mengikuti putaran wahananya. Pandangan mata tidak bisa fokus pada obyek tertentu di depan kita. Apa yang dipandang terasa ikut berputar. Inilah yang menyebabkan muntah. Kalau sudah dua atau tiga kali barulah terkondisi.
Lebih Atraktif
Dari dulu hiburan ini masih digerakan oleh tenaga manusia. Dibutuhkan 4-5 orang bertenaga untuk mendorong wahananya berutar berlawanan dengan jarum jam. Terkait arah putaran, saya masih belum tahu kenapa begitu. Bisa jadi ada hubungannya dengan dunia medis. Tapi entahlah.
Terakhir saya mencoba menikmati kembali wahana ini bersama putri saya di daerah Purwomartani Kalasan (29/10). Kalau bukan karena putri saya merajuk, saya pun enggan. Sampeyan tahulah, semakin tambah umur kebanyakan orang semakin penakut. Ya, itu saya alami, apalagi dengan wahana-wahana yang menantang adrenalin seperti ini.
Sampai beberapa putaran saya masih bisa menikmati. Ternyata masih sama seperti dulu ketika masih anak-anak, pikirku. Tetapi menjelang putaran-putaran terakhir wahana diputar semakin cepat. Hampir aku tekati meloncat turun karena ketakutan kalau tidak ingat sama putri saya. “Baca ayat kursi, ma..” Teriak Ayunda.
Ketika wahana berputar semakin cepat, beberapa orang yang bertugas memutar wahana ikut juga memberi suguhan menarik berupa atraksi jungkir balik bergelantungan sambil memutar wahana. Inilah yang membedakan dengan ombak banyu jaman aku masih anak-anak dulu. Ombak banyu sekarang jauh lebih atraktif.
Sepertinya tidak ada rasa takut sedikitpun di hati mereka bahwa atraksi yang ditampilkan itu sangat berbahaya. Salah perhitungan sedikit nyawa taruhannya. Tapi begitulah, mereka malah semakin menggila dipenghujung putaran dengan naik ke atas tiang penyangga berbarengan, kemudian menaburkan kertas-kertas seperti di arena sirkus. Ah gila ini.

Rekor Muri
Mereka profesional dan nampak enjoy dengan pekerjaan yang beresiko itu. Mereka yang tergabung dengan wahana ombak banyu “Berkah Ria Klaten” ini ternyata salah satu yang terbaik di Indonesia. Satu-satunya pemegang rekor muri memutar ombak banyu selama 24 jam non stop pada saat digelanya event tahunan Sekaten tahun 2016 kemarin. Paling tidak itu yang saya dengar dari pengeras suara yang bercampur dengan music house di sekitar wahana.
Saya salut dengan mereka, anak-anak muda, energik dan berani mengambil resiko pekerjaan yang dekat dengan maut seperti itu. Sepertinya tiket Rp 8.000 terlalu murah ditukar dengan nyawa mereka.