Memanfaatkan Teknologi Informasi Untuk Smart City Di Indonesia
Entah akan seperti apa interaksi manusia saat ini bila Samuel Morse tidak mengirim pesan “say hello” dengan alatnya yang bernama Telegraph pada tahun 1837, dan disempurnakan oleh Alexander Graham Bell tahun 1876 dengan nama telepon seperti yang kita kenal sekarang. Karena itulah awal revolusi telekomunikasi.
Tidak kebayang juga akan seperti apa dunia sekarang bila Amerika tidak membentuk ARPA (Advanced Research Projects Agency) karena cemburu dengan keberhasilan Uni Soviet (Rusia) melempar Sputnik ke angkasa tahun 1957. Karena ARPA inilah yang belakangan disebut-sebut sebagai awal revolusi digital informasi hingga penemuan revolusioner yang bernama internet dikenal luas tahun 1982.
Awalnya telekomunikasi dan informasi mengalamani revolusi yang berjalan terpisah. Seiring perjalanan waktu keduanya dikawinkan sehingga menghasilkan istilah yang populer dengan ICT (Information & Communication Technology) atau TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) dalam bahasa kita.
ICT/TIK ini akhirnya berkembang dan dimanfaatkan untuk mendukung hajat hidup orang banyak. Pemanfaatan dan akhirnya muncul istilah seperti Iot (internet of things), konsep kehidupan “smart” seperti smart citizen, smart city dan konsep lainnya yang menggambarkan pemanfaatan ICT bagi kehidupan manusia.
SMART CITY APA & KENAPA PENTING?
Secara konseptual SMART CITY dapat dipahami sebagai penggunakan teknologi digital, teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk mendayagunakan resources yang dimiliki sebuah kota dengan tujuan menciptakan kualitas hidup yang lebih baik warganya dan kinerja lebih efektif dan efesien bagi aparatur pemerintah.
Pada umumnya smart city meliputi kompleksitas layanan meliputi kepemerintahan, transportasi, manajemen lalu lintas, energi, kesehatan, air, udara, limbah, kependudukan dan apapun yang berhubungan dengan kebutuhan hidup warga.
Penerapan konsep Smart city ini penting karena intinya terletak pada bagaimana sebuah kota mampu memonitoring, menghubungkan, mengendalikan berbagai sumber daya yang dimilikinya agar efektif, efesien, mengurangi biaya dan sumber konsumsi serta dapat meningkatkan interaksi antara kota dengan warganya secara aktif.
Sudah banyak kota-kota di berbagai negara memanfaatkan ICT untuk smart city. Tentu saja dalam aplikasinya melihat urgensi dan prioritas. Seuol misalnya, ibu kota Korea Selatan ini mengimplemtasikan dalam tiga hal yakni Infrastruktur, Integrated City-management Framework dan Smart Users.
Berbeda lagi dengan konsep Smart city yang diterapkan di Amsterdam Belanda. Pemerintah Amsterdam menerapkan konsep smart city untuk Smart Living, Smart Working, Smart Mobility, Public facilities dan Open data.
Penerapan smart city di Seoul dan Amsterstam berbeda pula dengan Lyon (prancis), Wina, Totonto, Paris, New York dan kota-kota lain di dunia.

SMART CITY DI INDONESIA
Smart City di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan internet yang sejak dikenal di Indonesia awal tahun 1990-an hingga sekarang internat telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Bahkan pernah menempati posisi terbanyak ke-6 dunia di bawah China (termasuk Hongkong), Amerika, India, Brasil dan Jepang.
Dari total penduduk Indonesia pada tahun 2016 yakni 256.2 Juta, internat telah dinikmati 132.5 Juta orang atau 52% dari total penduduk. Angka penetrasinya pun tumbuh dari 34.9% tahun 2014 menjadi 51.8% di tahun 2016.
Sayang sekali bahwa penyebaran internet ini tidak merata, hanya menumpuk di Jawa dan beberapa kota besar di luar Jawa yang memiliki infrastruktur yang mendukung saja. Inilah yang menyebabkan perkembangan Smart City Indonesia belum semasif negara-negara lain.
Beberapa kota yang sedang mengarah menuju Smart City ini adalah Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Makasar, Magelang, Surabaya, Balikpapan, Pontianak, Bekasi, Tangerang Selatan, Bogor, Sleman, Banyuwangi dan puluhan daerah lainnya.
Walaupun belum sempurna seperti kota di negara-negara lain, kota-kota tersebut telah memanfaatkan aset digitalnya untuk pelayanan publik yang bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, Jakarta misalnya yang telah menerapkan konsep Smart City sejak 2014.
Smart City di Jakarta dibuat berdasarkan 6 pilar yakni Smart Governance, Smart People, Smart Living, Smart Mobility, Smart Economy, dan Smart Environment. Salah satu pemanfaatan teknologi informasi dalam smart city di Jakarta pemasangan 5.600 CCTV yang terhubung langsung dengan portal Jakarta Smart City (smartcity.jakarta.go.id) untuk mengantisipasi, memantau, dan mengatasi banjir serta memantau kondisi lingkungan ibu kota secara real time.
Jakarta juga membangun Command Center di JSC Lounge yang menjadi pusat koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah atau SKPD. Coman center ini dilengkapi dengan sistem Intelegent Operational Center (IOC) untuk monitoring dan analisis semua kejadian yang ada di Jakarta sehingga bisa pemkot bisa merespon dengan cepat.
Sementara itu Bandung mengawalinya dengan pemasangan 5000 wifi corner di ruang publik, Media Social Mapping, Smart Card yang berkerjasama dengan berbagai Bank untuk layanan pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya, Panic Button yang dapat dipakai untuk bantuan emergency.
Tak ketinggalan Makasar dengan Smart Hospital dan Smart Parking Censornya, Sleman dengan aplikasi Lapor Sleman, Tangerang dengan Tangerang Live yang mengumpulkan berbagai fitur andalan ke dalam satu sistem, Bali dengan Taman Digital Lumintan, Smart Digital Lounge untuk pelajar dan Pengaduan On-line Masyarakat.
Beberapa contoh lain penerapan konsep Smart City di Indonesia adalah Portal Pengadaan Nasional oleh INAPROC, Layanan Paspor Online oleh Dirjen Imigrasi RI, Situs LAPOR oleh UKP-PPP (salah satu Unit Kerja Presiden), MataMassa (Pemantau Hasil Pemilu) dan lain sebagainya

KENDALA & PEMASALAHAN
Dengan melihat urgensinya bagi masyarakat, sebenarnya konsep Smart City atau Kota Cerdas mulai didorong pemerintah untuk diterapkan di daerah dan kota-kota lain. Namun, masih ada banyak hambatan yang ditemukan untuk mempercepat daerah agar bisa menjadi Kota Cerdas.
Menggarisbawahi pendapat Farid Subkhan (CEO Citiasia), kendala penerapan konsep Smart City di Indonesia paling tidak dapat dirumuskan menjadi 4 (empat) hal yakni Pembiayaan, Regulasi, Sumber Daya Manusia dan Infrastruktur.
Tidak semua daerah dan kota di Indonesia mempunyai sumber daya yang cukup. Bahkan banyak kota yang mempunyai APBD hanya dalam kisaran 1-3 triyun yang 75-80%-nya sudah merupakan plot-plotan anggaran rutin. Tidak semua kota juga mempunyai regulasi yang mendukung penerapan Smart City. Begitula pula dengan kemampuan SDM dan Infrastruktur, tidak semua daerah mempunyai semangat untuk menerapkan managemen perubahan. Inilah yang menjadikan sulit bagi banyak daerah menerapkan Smart City.
Bagi yang sudah berjalan pun juga tidak lepas dari kendala-kendala ini. Riset International Data Corporation (IDC) menyebutkan bahwa sebanyak 90 persen kota di Indonesia berpotensi gagal memanfaatkan data smart city dan aset digitalnya lantaran kurangnya pendanaan, proses, manajemen proyek dan keterampilan manajemen perubahan.
Pada dasarnya kendala tersebut dapat disolusi apabila pemerintah daerah mau membuka diri dengan menggandeng Investor yang kompeten untuk memfasilitasi terciptanya Smart City di daerah.
Tentu saja pemerintah daerah juga harus memberikan guarantee dengan menerbitkan regulasi-regulasi yang mendukung.