Meninggalkan Gaya ‘Memerintah’ Pada Anak – Mempunyai anak ABG butuh usaha extra untuk mendampinginya. Umur 7 – 12 tahun itu sangat sulit ‘berdamai’ dengan perintah-perintah orang tua. Membantah, protes dan ‘sak enake dewe’ bergitu kata orang. Itu benar, saya setuju dengan itu. I am in, guys !
Walaupun dalam teori perkembangan anak menjelaskan bahwa hal itu normal, tetapi saya tidak ingin menjadi bahasa pembenaran yang membuat lupa mengajari anak tentang bagaimana mensikapi hidup dengan baik.
Usaha extra itu adalah bagaimana memberi dasar kepada anak dengan ‘memaksa’ melakukan ritual kehidupan ala orang dewasa dalam kadar yang dimampui anak. Apakah itu, yakni membiasakan anak sholat sedari dini.
Dalam banyak kasus, orang tua mengalami kesulitan setengah mati menyuruh anaknya untuk sholat. sama sulitnya menyuruh anaknya belajar, membaca kembali pelajaran sekolah, mengerjakan PR atau melakukan pekerjaan rumah seperti menyapu, melap vas bunga, dan lain sebagainya. Inilah yang saya katakan bahwa anak memang mempunyai kecenderungan ‘melawan’ dan tak mau berdamai dengan kehendak orang tua.
Bisikan Hati
Saya mengambil resiko dicemberutin dan menjadi sangat cerewet pada anak-anak karena harus membangunkan untuk sholat ketika anak-anak masih tidur disaat jam sholat telah tiba. Memanggil, menghampiri dan memaksa pulang bila waktu bermain sudah bersinggungan dengan waktu sholat. Ya, ada perasaan kasihan dan tak tega, tetapi jauh lebih berbahaya membiarkannya anak-anak melupakan kodratnya sebagai manusia, pikir saya.
Saya masih berlaku seperti orang tua pada umumnya yakni menyuruh dan terus menyuruh. Semakin saya menyuruh semakin besar penolakan itu. Timbullah amarah. Akhirnya muncul rasa kwatir jangan-jangan kontraproduktif dan berakibat kurang baik pada psikisnya kelak.
Saya mengeluh dan minta untuk di mudahkan oleh Allah. Petunjuk Allah pun datang dalam bentuk bisikan dalam hati sehabis sholat dhuha,“Ajak berjamaah dan contohkan” Sound is like that !
Tak butuh berfikir lama, sepulang sekolah anak-anak langsung saya ajak untuk sholat berjamaah. Bila di rumah, ayahnyalah yang menjadi Imam. Seringkali, dengan tetap duduk diatas sajadah masing-masing, sehabis sholat ayahnya ngajak diskusi tentang sesuatu hal, menanyakan aktifitas dan pelajaran sekolah, menasehati ini dan itu pada anak-anak.
Walhasil, sejak saat itu, tidak sekalipun anak-anak membantah bila diajak sholat. Bahkan seringkali ngajak jamaah duluan sebelum melanjutkan aktifitas lainya. Tidak lagi ada sholat sendiri-sendiri dirumah, selalu berjamaah dan tepat waktu. Anehnya, anak-anak justru minta dibangunkan 2/3 malam untuk tahajjud bersama. Mungkin ini yang disebut bonus tambahan, Double Strike !
If You Show Me and Then….
Saya teringat sebuah quotation yang sering dipakai dalam training-training yakni If you show me I’ll remember but if you tell me, I’ll forget. – 100% saya tidak menyangkal itu. Persis maknanya seperti bisikan hati yang saya alami.
So, saya mulai meninggalkan ‘gaya perintah’ dalam mendidik anak-anak dan menggantinya dengan pola mengajak, memberi clue, menunjukkan cara, serta pendampingan yang cukup. Akhirnya malah memberi manfaat lebih karena menggerus sedikit demi sedikit sikap amarah. Tahukah kenapa ? karena anak-anak tidak lagi melawan.
Alkhamdulillah.